ZubizarretaGetty

Andoni Zubizarreta - Kiper Tim Impian Barcelona Yang Kariernya Dihancurkan AC Milan

Jika ditanya siapa kiper terbaik yang pernah berseragam Barcelona, nama Victor Valdes atau Marc-Andre ter Stegen mungkin yang ada dalam pikiran kita.

Namun, di era 80 dan 90-an awal, ada satu nama yang melegenda dan tak tergantikan selama waktunya berseragam Catalan.

Ya, dia adalah Andoni Zubizarreta. Kiper yang akrab disapa 'Zubi' itu sebenarnya adalah putra daerah Basque dan diharapkan akan menjadi salah satu pujaan di sana hingga akhir kariernya.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Bahkan, di usianya 18 tahun, ia sudah menembus tim utama Deportivo Alaves pada 1979. Tapi, karena minimnya menit bermain, ia akhirnya memutuskan hengkang ke Athletic Bilbao, di mana ia menjelma menjadi salah satu kiper yang diperhitungkan di Spanyol.

Sejatinya, Barca telah mencoba merekrut Zubi ketika berusia 18 tahun, tetapi mereka kalah saing dengan Bilbao kala itu. Meski begitu, Tim Catalan terus mengamati perkembangan sang kiper.

Bersama Bilbao, Zubi bermain sebanyak 196 pertandingan, mencatatkan 77 clean sheet. Ia juga berhasil membawa timnya tidak keluar dari empat besar selama lima musim berseragam Los Leones, termasuk memenangkan dua gelar La Liga pada 1982/83 dan 1983/84.

Jelang Piala Dunia 1986 di Meksiko, Zubi berharap bisa memperpanjang masa baktinya di Bilbao, bahkan surat kabar Spanyol El Pais mengklaim bahwa: "Zubizarreta... ingin tetap di Athletic dengan segala cara dan dia bersedia untuk melanjutkan kariernya dengan menerima setengah gaji dari apa yang ditawarkan Barca."

Namun, Los Leones tak mampu memenuhi tuntutan gaji sang kiper. Enam tahun penantian Barca akhirnya terbayar, mereka berhasil merekrut Zubi pada musim panas 1986.

Andoni ZUBIZARRETAAs

Setelah pengangkatan Johan Cruyff pada tahun 1988, era baru Barca dimulai. Semua orang di klub dipaksa untuk beradaptasi, tapi hanya Zubi yang terlihat kewalahan.

Cruyff bersikeras bahwa seorang penjaga gawang harus keluar dari zona nyaman mereka, di mana ia ingin para kiper juga bisa membangun serangan, bukan hanya menyapu bola dan memotong umpan lawan saja.

Jelas itu bukan tipikal Zubi, yang menegaskan bahwa dirinya adalah seorang kiper yang serius dan andal di bawah mistar. Mengolah bola di kakinya seolah-olah adalah kelemahannya.

Bahkan, Cruyff memberikan latihan khusus untuk Zubi, di mana sang kiper bermain di lini tengah selama sesi latihan. Namun, alih-alih menjadi terbiasa, Zubi malah menilai itu sebagai penghinaan atau bentuk hukuman.

"Ketika Johan menempatkan penjaga gawang di rondo [salah satu latihan passing] selama pramusim, saya pikir dia melakukan itu untuk mempermalukan dan menggertak saya," aku Zubi dalam wawancaranya dengan Movistar pada 2018 lalu.

"Jelas dia mencoba menempatkan saya dalam latihan di mana saya tidak bisa berhasil, untuk menunjukkan bahwa dia membutuhkan seseorang yang baru. Tidak pernah ada pengakuan apa pun dari Cruyff dalam wawancaranya atau kata-kata pujian tentang diri saya."

Meski ia merasa dihina atau ditekan, nyatanya ia tetap menjadi andalan bagi Barca selama era Cruyff sampai akhir karier sang kiper di Catalan pada 1994.

Barcelona Champions League 1992 Sampdoria Alexanko Zubizarreta

Zubi memenangkan empat gelar La Liga berturut-turut antara tahun 1991 dan 1994, dan juga meraih Piala Eropa pertama klub -- yang sampai saat ini masih dikenang sebagai 'Tim Impian'.

Tetapi, apa itu yang disebut sebagai 'Tim Impian' berakhir empat hari setelah mereka menyegel mahkota liga keempat mereka. Barca menghadapi AC Milan asuhan Fabio Capello di final Liga Champions 1994, dan Blaugrana dihajar empat gol tanpa balas -- yang membuat Zubi merasa itu sebagai 'malam terburuk dalam kariernya'.

Ucapan itu terbukti benar. Kontrak Zubi berakhir di musim panas tahun itu, dan meskipun ia diberitakan bakal memperpanjang kontraknya di Barca, presiden klub kala itu Joan Gaspart menegaskan bahwa waktu sang penjaga gawang di Catalan telah berakhir -- membuat rekan satu timnya, Pep Guardiola, menangis.

Dia akhirnya bergabung dengan Valencia dan menghabiskan empat musim di sana sebelum akhirnya memutuskan pensiun pada Juli 1998.

Kala itu, ia mengakhiri kariernya sebagai pemain dengan caps terbanyak untuk timnas Spanyol (126), sebelum akhirnya dilewati oleh sejumlah nama seperti Andres Iniesta (131), Xavi Hernandez (133), Iker Casillas (167) dan Sergio Ramos (180).

Meski akhir kisahnya di Barca cukup pahit, Zubi akan tetap dikenang dan menjadi salah satu ikon yang diingat selama era mengesankan Cruyff menukangi Blaugrana.

Iklan