Eliaquim Mangala | Manchester CityGetty

Senjakala Eliaquim Mangala: Bek Mahal Manchester City Yang Kariernya Dibunuh Liverpool

Pertandingan akhir pekan lalu antara Manchester City vs Liverpool adalah perjumpaan antara dua tim terbaik di Liga Primer Inggris, mungkin di Eropa, tetapi pada November 2015, semuanya masih berbeda.

Liverpool finis keenam semusim sebelumnya, dan Jurgen Klopp masih diragukan apakah bisa membawa kesuksesannya bersama Borussia Dortmund di Bundesliga Jerman ke Liga Inggris.

Namun, kemenangan 4-1 di Etihad, menunjukkan bahwa The Reds berprogres dengan apik di bawah panduan Klopp – omong-omong, itu kemenangan tandang pertamanya atas Man City – tetapi dari sudut pandang tim tuan rumah, hasil tersebut adalah bukti nyata kemunduran di bawah kepemimpinan Manuel Pellegrini, setelah menjuarai liga dua tahun sebelumnya.

Benar saja, sekitar dua bulan kemudian Man City memutuskan untuk mengganti pria asal Chile itu dengan Pep Guardiola, sehingga menciptakan duel kelas berat yang kita saksikan kemarin Minggu (10/4).

Cuma sedikit anggota skuad Manchester City yang menghadapi Liverpool tujuh tahun lalu itu mampu bertahan lama di bawah Pep.

Joe Hart, Bacary Sagna, dan Jesus Navas dibuang, tetapi tidak ada yang kariernya menukik lebih tajam daripada Eliaquim Mangala.

Gol bunuh diri bek tengah itu ketika dikalahakan Liverpool rasanya masih sakit untuk disaksikan.

Umpan mendatar Roberto Firmino dari sudut kotak penalti mengarah ke Mangala yang seperti bayi jerapah baru lahir: berniat membuang umpan striker Brasil itu, gerakan kakinya justru kusut dan secara tak sengaja membuat bola bergulir pelan ke pojok gawang dengan konyol, melewati Hart yang sudah terlanjur mati langkah.

Buat Mangala, gol bunuh diri itu merangkum kariernya di Etihad dengan apik: singkat, bikin bingung, kaku, dan jelas-jelas tidak terlihat seperti pemain yang dibeli Man City dari Porto dengan harga £42 juta di 2014.

Bek asal Prancis itu digadang-gadang sebagai bek elite masa depan sejak disulap dari striker menjadi pemain bertahan di Standard Liege, yang ia bela saat berusia 17 tahun.

Dia susah payah menaiki tangga karier untuk menembus tim utama mereka sebelum diboyong Porto pada 2011, di mana ia memikat hati klub-klub besar Eropa setelah menjuarai gelar Liga Primeira Portugal secara berturut-turut.

Sebagai target jangka panjang Manchester City – yang sempat berusaha memboyongnya pada Januari 2014 tetapi urung setelah Porto menuntut lebih dari £50 juta – Mangala akhirnya jadi ke Liga Inggris musim panas itu sebagai bek termahal kedua dalam sejarah sepakbola Britania.

Sebenarnya sudah ada pertanda buruk soal Mangala sejak awal.

Karena Man City tak kunjung meresmikan Mangala sampai berbulan-bulan lamanya, Chelsea sempat ingin membajaknya di detik-detik terakhir, sementara video sambutannya diunggah ke laman City sebelum kesepakatan resmi diumumkan. Pihak klub pun mengklaim situs mereka kena hack.

Ia baru melakoni debut Liga Primer di pekan kelima di akhir September, tetapi tampil menjanjikan bersama Vincent Kompany dengan mengimbangi Chelsea 1-1.

Namun di pertandingan selanjutnya, ketika mengalahkan Hull City 4-2, dia mencetak gol bunuh diri dan melakukan pelanggaran di kotak penalti.

Eliaquim Mangala Manchester City 2014Goal/Getty

Pellegrini emoh menyalahkan Mangala setelah pertandingan, Kompany pun juga membela rekannya itu.

"Dia bermain bagus di sisa pertandingan, dia menjaga profesionalismenya," katanya kepada wartawan. "Kami tak bisa meminta lebih banyak dari ini."

"Yang terpenting adalah lakukan pekerjaan Anda, kadang ada setengah jam yang seperti ini. Saya bisa melihat reaksi yang bagus darinya, dan di babak kedua dia bermain dengan apik."

Memang, statistik Mangala di Man City tidak semengerikan itu – 41 kemenangan dari 59 laga Liga Inggris, cuma kalah sembilan kali, dengan kesuksesan tekel mencapai 78 persen dan 22 clean sheet.

Tetapi, bagaimana cara Man City dan Mangala kalahlah yang mendefinisikan kariernya di Inggris, dan laga kontra Liverpool di Manchester menjadi kuburannya.

Kedatangan Guardiola juga secara praktis mengakhiri kans Mangala di tim utama, karena ia lantas dipinjamkan ke Valencia di musim 2016/17.

Setelah sempat kembali membela Man City di paruh pertama musim 2017/18 – di mana ia tampil sembilan kali di Liga Inggris, sehingga boleh mengalungi medali juara karena City memenangi liga dengan 100 poin – masa peminjamannya ke Everton selesai begitu saja setelah dua laga gara-gara cedera.

"Manga membantu kami musim ini. Saya tidak meragukan kualitas spesifik yang dipunyai Manga," ucap Guardiola pada Januari 2018. "Secara defensif, dia pemain yang top."

Tetapi saat akhirnya meninggalkan Man City pada musim panas 2019, Mangala sudah tidak bermain di laga kompetitif selama setahun lebih, malah jadi 'arwah' yang menghantui The Citizens setelah dibekukan total oleh Pep.

Hijrah permanen ke Valencia pada 2019, karier Mangala terhenti gara-gara pandemi Covid-19 di awal 2020, dan ia kini sedang dalam masa peminjaman di Saint-Etienne, berjuang agar terhindar dari degradasi di Ligue 1.

Tak perlu kaget kalau melihatnya berpindah lagi begitu kontraknya habis musim panas nanti.

Sekarang, nama Mangala cuma diingat di lingkungan Manchester City sebagai pemeo untuk pemain bertahan kacangan, seperti ketika Micah Richards menggunakan dirinya untuk menggambarkan performa bobrok Kalidou Koulibaly pada Agustus 2020, yang sendirinya diisukan bisa ke City.

Kepada CBS Sports, RIchards berkata: "Semua orang bilang soal bagaimana dia [Koulibaly] adalah bek yang tenang membawa bola, agresif. Tetapi saya bisa melihat kemiripan dengan Mangala – dia ke City dan gagal sukses di sana, jadi saya tidak diyakinkan setelah melihat performa seperti itu."

Pada akhirnya, kualitas Mangala seolah isapan jempol belaka. Tanda-tanda kegemilangan – seperti ketika dia mencetak gol back-heel fantastis di tempat latihan pada April 2016 – seringkali diredupkan dengan kurangnya ketenangan membawa bola dan pengambilan keputusan yang bikin geleng-geleng kepala.

Setelah menyaksikan duel terkini antara dua tim terbaik di Inggris Minggu kemarin, rasanya seperti diingatkan betapa berkembangnya Man City dan Liverpool sejak 2015.

Simak ulasan Cult Hero lainnya dari GOAL di sini.

Iklan