Gianluca Vialli gfxGetty Images

Bagaimana Gianluca Vialli & Sampdoria Ciptakan Keajaiban Raih Scudetto 1991

Era 80 dan 90-an memang menjadi milik Serie A, bahkan liga-liga lain kala itu tak mampu menandingi keriuhan sepakbola Italia. Mereka sangat menggoda, bintang-bintang kelas dunia sangat tertarik untuk bermain di sana. Serie A memukau para penggemarnya dengan kualitas teknis dan taktis yang sangat tinggi.

Ada kemenangan yang, karena sifatnya yang luar biasa, bernilai tujuh atau delapan kemenangan dari tim yang dicap terbaik.

Di antara gelar-gelar yang tidak diraih oleh tim-tim besar, masa yang paling mengesankan dalam sejarah sepakbola Italia tentu saja adalah Scudetto 1990/91, yang dimenangkan oleh Sampdoria era presiden Paolo Mantovani, mengungguli AC Milan, Inter Milan dan Genoa.

Artikel dilanjutkan di bawah ini
Sampdoria 1991Getty Images

Itu adalah salah satu dongeng luar biasa di sepakbola modern, kemenangan yang sangat tidak mungkin dengan pesona dan romansa yang cukup untuk meluluhkan hati banyak orang.

Sampdoria selalu jauh dari persaingan juara, bahkan mereka belum pernah finis di empat besar Serie A sebelum itu, menunjukkan bahwa mereka bukanlah tim yang bisa diperhitungkan.

Tetapi, di Serie A musim 1990/91 mereka hanya kalah dalam tiga pertandingan, menjadi klub dengan gol terbanyak dan saat Sampdoria memastikan gelar juara mereka, Blucerchiati hanya kebobolan lima gol dalam 16 laga tandang.

Sampdoria juga mampu mengalahkan duo Milan dan juara bertahan Napoli, kandang dan tandang, serta menang dan imbang melawan Juventus.

Kemenangan Blucerchiati sangat menyenangkan dan menular. Para pemain bahkan sampai mengecat rambut mereka untuk laga terakhir.

"Kesuksesan Sampdoria dibangun di atas kesatuan skuad yang tak terpatahkan," tulis John Foot di Calcio: A History of Italian Football. "Tujuh dari tim juara biasa berkumbul bersama, menyebut diri mereka Tujuh Kurcaci."

Tetapi, dari sekian banyak pemain yang berperan penting bagi Sampdoria menuju Scudetto, ada satu yang sangat dikenang. Gianluca Vialli, yang meninggal dunia beberapa waktu lalu, adalah memberikan kejutan yang tak tanggung-tanggung. 19 gol dalam 26 laga berhasil ia lesakkan di musim itu, termasuk penaltinya yang sangat menegangkan untuk membawa Sampdoria unggul di paruh kedua.

Roberto Mancini Gianluca Vialli SampdoriaGetty

Bersama Roberto Mancini, Vialli membentuk duo 'Si Gol Kembar', meluluhlantahkan pertahanan tim-tim yang mereka hadapi.

Memang, Sampdoria di awal seperti musim-musim sebelumnya: dikucilkan, tak dianggap dan tampak akan menjadi bulan-bulanan tim besar. Tetapi, mereka mampu menunjukkan betapa solidnya skuad mereka kala itu dengan racikan tangan manajer Vujadin Boskov. Selain itu, Sampdoria juga punya Marco Branca yang siap diturunkan dari bangku cadangan untuk menggantikan Mancini atau Vialli.

Blucerchati memperkuat tim mereka di awal musim dengan mendatangkan 'mesin' Dynamo Kiev Oleksiy Mykhaylychenko. Gelandang asal Ukraina itu memang hanya bermain satu musim saja di Sampdoria, tapi dia menjadi pemain yang tak tergantikan sepanjang musim.

Selain Mykhaylychenko, lini tengah Sampdoria juga diisi oleh Fausto Pari, yang bertugas untuk membangun permainan. Tetapi, pada saat cedera memaksanya menepi, Ivano Bonetti mampu menggantikannya dengan sangat baik. Attilio Lombardo, pengisi sisi kanan, menjadi sangat fantastis di musim itu, menyisir pinggir lapangan dengan olah bola dan kecepatannya yang luar biasa.

Di area pertahanan, penjaga gawang Gianluca Pagliuca sangat tenang di sepanjang musim berkat solidnya para bek di depannya. Mannini, Pietro Vierchowod, Luca Pellegrini dan Marco Lanna sangat kokoh ketika mengawal pertahanan Sampdoria. Namun, peran Srecko Katanec dan Joker Giovanni sebagai pelapis juga tak boleh diremehkan.

Scudetto Sampdoria 1991

Tetapi, deretan pemain di atas tak akan menyatu jika bukan di tangan yang tepat. Vujadin Boskov-lah yang bertugas menyatukan dan mengubah pemainnya menjadi tim pemenang. Tak cuma dianggap sebagai pelatih, Boskov lebih dianggap oleh semua orang sebagai ayah. Bekerja sama dengan Pezzotti, mereka berhasil memberikan kegembiraan di ruang ganti Blucerchati.

"Lebih dari seorang pelatih, dia adalah seorang ayah," ucap Vierchowod kepada Gianluca Di Marzio. "Bukan karena dia memaksakan sesuatu kepada kami, tapi dia membuat kami sangat senang. Kekuatan terbesarnya adalah mengelola grup. Boskov, dia selalu mendengarkan anak-anaknya, membuat semua orang merasa terlibat, meski pada akhirnya dia yang memutuskan."

Iklan