Mido Sheehata Egypt Afcon 2006Getty/GOAL

Mido - Anak Emas Mesir Yang Jadi Penjahat Piala Afrika

Kebesaran Mohamed Salah, dibantu dengan pertahanan rapat, gagal mendatangkan kejayaan Piala Afrika ke Mesir seperti ketika mereka memenangkannya tiga kali berturut-turut pada 2006, 2008, dan 2010.

Buat Mesir, tim yang jadi runner-up setelah dikalahkan Senegal 7 Februari kemarin di partai puncak memang belum selevel dengan tim yang juara tiga kali satu dekade lalu. Persamaannya cuma satu: sama-sama dipimpin penyerang bintang.

Tetapi, di saat Salah muncul sebagai pemain yang berkorban demi tim, pentolan Mesir pada 2006, Mido, justru menghadirkan rasa kecewa yang teramat sangat ketika duel dengan Senegal di semi-final edisi itu.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Mido, di awal kariernya, adalah anak emas sepakbola Mesir.

Ia hijrah ke Gent pada usia 17 tahun, mengalahkan rasa homesick dan mendapatkan transfer ke Ajax. Namun di sana ia tak disukai Ronald Koeman karena dianggap kurang profesional.

"Di negara dia sendiri, dia dilihat sebagai seorang megabintang tetapi ia harus tahu bawa ia masih harus belajar banyak dan harus diingatkan soal apa artinya bermain bagi klub seperti Ajax, ujar Koeman 2003 lalu.

"Jika saya mencadangkannya, ia harus bekerja keras demi mendapatkan rasa hormat."

Setelah melanglang buana di Eropa bersama Celta Vigo, Marseilla, dan AS Roma, Mido mendarat di klub Eropa keenam di enam negera berbeda ketika ia bergabung dengan Tottenham dalam kesepakatan peminjaman 18 bulan pada Januari 2005.

Ia langsung tampil beringas dengan mencetak brace di debutnya buat Spurs, melawan Portsmouth.

Mido Tottenham GFXGetty/GOAL

"Saya cepat beradaptasi dengan semua klub yang saya bela karena kepribadian saya: saya memasuki tiap-tiap ruang ganti dengan rasa percaya diri yang besar – dan itu amat membantu," ujar Mido ketika diwawancara The Set Pieces.

Mido mencetak 11 gol dari 27 pertandingan di Liga Primer Inggris pada musim penuh pertamanya di Tottenham.

Namun, di musim liga itulah ia berangkat ke Piala Afrika 2006 bersama Mesir, dan menciptakan momen indispliner paling terkenal ketika laga semi-final kontra Senegal.

Mido sudah mendapat reputasi buruk di tim nasional sejak dua tahun sebelumnya di bawah manajer Marco Tardelli. Kala itu ia menolak dipanggil Mesir karena cedera, tetapi malah bermain untuk Roma di hari berikutnya.

Ia sampai harus meminta maaf demi kembali mendapatkan tempat di tim nasional.

Pada laga empat besar Piala Afrika 2006, Mido ditarik keluar oleh pelatih Hassan Shehata dengan papan skor menunjukkan angka 1-1, dan lalu cekcok dengan bosnya itu di dalam dan pinggir lapangan seiring laga berjalan.

Mido menyebut Hassan "keledai", dan dibalas olehnya, "Bukan! Kamu itu yang keledai!"

"Saya berang ketika Shehata memutuskan untuk mengganti saya," ujar Mido setelahnya. "Saya tak bermain seburuk itu dan jika tak diganti, saya bakal mencetak gol. Mohon maaf kepada fans, tetapi saya tidak mau minta maaf kepada Shehata."

Pengganti Mido, Amr Zaki, mencetak gol kemenangan kontra Senegal dan Mesir akhirnya menang di final lewat adu penalti.

Mido memang kembali setelah diskors enam bulan, dan mencapai 50 caps bersama The Pharaohs, tetapi ia tak termasuk ke dalam skuad Mesir yang menjuarai Piala Afrika 2008 dan 2010, dan laga versus Senegal itu menjadi laga terakhirnya di turnamen besar, padahal baru berusia 22 tahun.

Mido Egypt Afcon 2006 GFXGetty/GOAL

Peristiwa konyol itu sepertinya berbuntut pada penurunan performa Mido di lapangan.

Ia cuma mencetak sebiji gol Liga Primer di musim 2006/07 setelah dipermanenkan Spurs, dan bikin manajer Martin Jol mengamuk ketika menyebut bekas bek Spurs Sol Campbell "salah satu bek paling gampang yang pernah saya hadapi."

Ia akhirnya dilego ke Middelsbrough seharga £6 juta pada 2007 tetapi meski lagi-lagi mencetak gol debut, ia harus berjibaku dengan cedera dan kurangnya menit bermain buat klub yang dua tahun kemudian terdegradasi dari EPL.

"Saya mengambil keputusan keliru dengan meninggalkan Spurs demi Middlesbrough," ujarnya kepada The Set Pieces. "Saya tidak cukup sabar untuk bermain di satu laga tetapi tidak bermain di laga berikutnya."

"Tetapi alasan utama yang bikin saya tidak terima dengan Middlesbrough adalah ketika saya cedera, mereka merekrut Afonso Alves, tanpa bersabar lebih dahulu."

"Ia tiba-tiba langsung jadi No. 1. Mereka langsung berubah pikiran begitu saya cedera dan ingin menyelamatkan musim mereka. Ketika Alves tiba, saya cedera dan merasa tak mendapatkan perhatian yang sama yang seharusnya saya dapatkan."

Mido Middlesbrough GFXGetty/GOAL

Setelah dipinjamkan ke Wigan dan West Ham, plus sempat pulang sebentar ke Zamalek dan Ajax, serta dengan ajaib tampil sekali buat Barnsley, Mido pensiun pada 2013 di usia 30 tahun, dan mulai mengalami permasalahan berat badan, yang ia bicarakan dengan terus terang.

"Saya sempat 150kg dan mencapai titik di mana saya tak bisa berjalan 27 meter," ujar Mido kepada The Guardian 2018 lalu. "Jika saya berjalan sejauh itu, punggung, sendi, dan lutut saya sakit."

"Saya ingat saya turun dari kapal di Mesir lima bulan lalu – itulah hari titik balik di kehiduapn saya – dan saya berjalan ke sebuah pulau."

"Saya ditemani tiga teman saya dan dan perjalanannya 270 meter hingga ujung pulau. Pasirnya berat, mataharinya agak terik, dan saya bilang kepada mereka: 'Saya tak bisa berjalan.'"

"Saya harus duduk 30 menit. Saya baru 34 tahun waktu itu. Itulah momen saya tergerak."

Setelah diperingatkan dokter dia bakal mati sebelum 40 tahun, Mido menghindari makanan yang digoreng, daing merah, garam, dan gula, dan berat badannya dilaporkan turun 37 kg dalam lima bulan."

Bulan ini, 21 Februari nanti, ia bakal berusia 39 tahun, dan semoga bisa menjalani kehidupan panjang dengan sehat dan bahagia.

Ia sempat mencoba memasuki dunia kepelatihan, memanajeri berbagai klub di Mesir dan Arab Saudi – termasuk klub masa kecilnya Zamalek dua kali, di mana ia menjuarai Liga Primer Mesir dan dua piala nasional di masa bakti pertamanya.

Namun, Mido kini lebih mudah ditemui sebagai pandit televisi, membahas laju Mesir di Piala Afrika, atau menghibur 5,6 juta followers-nya di Twitter.

Di saat berbagai pandit mengecam Salah karena tak bisa menggendong Mesir yang seringnya suram ke level selanjutnya dengan talenta yang ia pamerkan tiap pekan di Liverpool, Mido tidak begitu.

"Menurut saya, Salah adalah pemain Arab terbaik sepanjang sejarah sepakbola," tulis Mido di Twitter September tahun lalu.

"Ia mencetak gol lebih banyak dari pemain Arab lain di Liga Primer Inggris, dan ia sudah menjuarai EPL dan Liga Champions Eropa."

"Salah juga mencetak gol di Piala Dunia, dan masih bisa bermain sepakbola selama beberapa tahun lagi. Ada banyak pemain Arab yang hebat, tetapi menurut saya tak satu pun dari mereka bisa disandingkan dengan Salah."

Sayang, pada akhirnya Salah tak bisa membawa pulang mahkota Afrika ke Mesir setelah ditaklukkan Senegal di final lewat adu penalti. Tetapi semoga saja ia tak menjadi seperti anak emas The Pharaohs lawas, yang lebih dikenang sebagai 'penjahat' alih-alih pahlawan.

Telusuri Cult Hero GOAL lainnya di sini.

Iklan