James Tavernier Europa League 2021-22 GFXGetty/GOAL

'Suka Nonton Dani Alves!' - Kapten Rangers James Tavernier, Si Bek Paling Mematikan Se-Eropa

Dongeng Rangers yang secara ajaib bisa mencapai final Liga Europa bisa diwakilkan dengan sempurna lewat kisah kapten mereka, James Tavernier. Pemain yang rasanya nyaris mustahil bisa berkompetisi di level seperti ini.

Dibuang Newcastle United setelah lama terkatung-katung sebagai pemain pinjaman di klub-klub kecil seperti Gateshead, Carlisle United, Sheffield Wednesday, MK Dons, dan Rotherham, dia juga tak bisa menyelamatkan kariernya di Championship bersama Wigan.

Tapi, sekarang, di sinilah dia, menjadi runner-up trofi yang juga gagal direngkuh oleh megabintang Eropa seperti Erling Haaland, Gerard Pique, hingga Christopher Nkunku.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Kepindahannya ke Ibrox, yang terjadi beberapa waktu sebelum genap berusia 24 tahun, menjadi awal kebangkitannya. Dan betapa puitisnya, karena kebangkitan tersebut serupa klub yang ia bela sekarang, yang diasingkan ke kasta terendah Liga Skotlandia pada 2012 karena bangkrut.

Tentu saja ada momen-momen penuh rintangan dan keraguan, tetapi dia berhasil melewatinya dan menjadi jimat kemenangan di Rangers.

Golnya, yang ia cetak untuk mengangkat The Gers kembali ke Premiership di akhir musim pertamanya, hanyalah sepercik dari magis yang dia berikan di tahun-tahun berikutnya, dengan pemain bernomor punggung 2 ini sekarang menjadi bek kanan paling berbahaya seantero Eropa.

Dia boleh mengklaim sebagai bek paling subur di kancah sepakbola kasta tertinggi dunia dalam 18 bulan terakhir.

Musim lalu contohnya, dia mencetak 19 gol – lebih banyak dari pemain Rangers mana pun – ketika Steven Gerrard memimpin The Gers juara liga dan mengubur impian Celtic juara 10 kali beruntun.

James Tavernier Rangers RB Leipzig Europa League 2021-22 GFXGetty/GOAL

Kritikan one season wonder pun terpatahkan setelah penampilannya musim ini.

Dengan satu laga saja tersisa musim ini – masih ada final Piala Skotlandia besok Sabtu (21/5) setelah patah hati di Seville – dia cuma kurang satu gol saja sebelum menyamai catatannya musim lalu. Selain itu, dia juga sudah mengemas 17 assist.

Yang lebih gila lagi, meski memang tidak keluar sebagai juara, dia mengkhiri kampanye Liga Europa sebagai topskor!

"Kedengarannya gila," kata Tavernier kepada AirSports sebelum final. "Saya memang mengambil beberapa penalti dan beberapa momen di tiang jauh."

"Ini adalah salah satu momen di mana saya selalu bilang saya selalu di sana untuk membantu tim sebaik mungkin, entah itu dari bertahan atau gol dan assist."

DIa bahkan finis di atas nama-nama seperti Nkunku dan Victor Osimhen, pemain RB Leipzig dan Napoli. Mereka memang turun kasta ke Liga Europa setelah finis ketiga di grup mereka di Liga Champions, tapi saat itu Tavernier juga belum mencetak satu gol pun di UEL, karena tak mampu menjebol gawang lawan di fase grup.

Empat golnya memang datang dari titik putih, tetapi lesakkannya yang paling penting hadir dari situasi open play.

Kemampuannya untuk masuk ke posisi mencetak gol bisa dilihat dari caranya menjebol gawang RB Leipzig di Ibrox setelah 18 menit untuk membalikkan momentum di semi-final.

Seiring Ryan Kent menusuk di sisi kiri, Tavernier bisa mengendus bahaya dan mencuri gol dari tiang jauh untuk mengubah nasib mereka di empat besar.

Momen tersebut seolah menjadi ciri khasnya, dan mungkin catatannya yang sensasional itu tak terlalu mengejutkan, kalau tahu siapa idola Tavernier.

"Saya selalu meneladani Marcelo atau Dani Alves... bahkan Cafu," katanya kepada laman resmi UEFA.

"Ketika saya masih jauh lebih muda, saya senang menonton para pemain Brasil; bagaimana cara mereka bermain dan betapa menyerangnya mereka."

"Lihat koleksi trofi Dani Alves, dan Marcelo; bagaimana mereka berada di puncak permainan sepanjang karier mereka. Mereka orang-orang yang saya hormati. Saya selalu mau masuk papan skor."

"Lihat Trent Alexander-Arnold, Reece James, Dani Alves, Marcelo, Roberto Carlos... Mereka full-back yang sangat menyerang di sepakbola modern, bek yang tugasnya bukan cuma bertahan tetapi juga sebagai tumpuan serangan, entah itu menciptakan umpan silang, assist, atau gol."

Meski kita harus angkat topi buat Giovanni van Bronckhorst karena membawa Rangers jadi runner-up Liga Europa, Tavernier berterima kasih kepada Gerrard atas kebangkitannya.

Ketika legenda Liverpool itu hengkang ke Aston Villa, dia berkata: "Kami mencapai banyak hal bersama-sama. Sebagai tim, kami berkembang. Kami menuntut lebih dari satu sama lain."

"Tapi yang terpenting kami berkembang menjadi pemain dan pribadi yang lebih baik. Klub ini berada di situasi yang lebih baik, itu saya tidak ragu."

Enam bulan kemudian, Rangers memang tak mampu merengkuh trofi Eropa pertama mereka dalam 50 tahun usai Eintracht Frankfurt mengalahkan mereka lewat adu penalti di final Liga Europa, Kamis (19/5), tetapi serdadu The Gers boleh berbangga hati.

Tavernier pun tak perlu berkecil hati. Dahulu mengemis menit di kasta bawah Liga Inggris, kini dia adalah sosok yang bakal dielu-elukan oleh para loyalis di Ibrox.

Iklan