Coronavirus Italy

Italia & Serie A Mulai Melihat Setitik Cerah Di Ujung Terowongan Gelap


OLEH  MARK DOYLE     PENYUSUN  SANDY MARIATNA

Membicarakan kehidupan dan kematian, barangkali tidak ada pemain yang bisa memberikan perspektif sepakbola lebih baik selain Francesco Acerbi. Bek Lazio itu sudah dua kali mengalahkan kanker, dan juga sempat kecanduan alkohol setelah ayahnya meninggal.

Jadi, ketika Acerbi mengatakan bahwa kesehatan lebih penting ketimbang apa pun di tengah wabah virus corona ini, maka itu adalah pesan yang harus dimaknai secara mendalam. Menunda atau bahkan mengakhiri Serie A Italia 2019/20 bisa jadi lebih bijaksana di tengah jatuhnya belasan ribu korban jiwa di Italia akibat Covid-19.

"Saya sudah sangat akrab dengan kematian. Percayalah, prioritas saat ini adalah kita harus melewati masa-masa kelam ini," kata Acerbi kepada La Repubblica.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

"Kita tidak boleh terburu-buru. Kita harus menghormati kebijakan yang diambil pemerintah. Lebih baik berada di rumah selama beberapa minggu lagi ketimbang memulai kembali segalanya, tapi lalu harus terjebak lagi dalam terowongan gelap selama berbulan-bulan."

Terowongan itu terlihat panjang dan gelap seperti yang dirasakan masyarakat Italia dan dunia saat ini. Mendiskusikan sepakbola di situasi seperti ini memang terasa keliru, sebagaimana diungkapkan presiden Asosiasi Wasit Italia Marcello Nicchi.

"Ketika masih ada 600 orang meninggal per hari, tidak pantas rasanya membicarakan olahraga," kata Nicchi kepada TWM Radio.

Namun, justru itulah yang ingin dilakukan oleh banyak orang Italia, setidaknya untuk sementara. Sebuah distraksi kecil dari realitas kehidupan yang menyedihkan akan disambut baik. Di satu sisi, Nicchi benar karena masih ada ratusan orang sekarat setiap hari meski Italia telah menerapkan karantina wilayah atau lockdown selama sebulan.

Kini, sulit untuk menemukan orang bernyanyi dan bersahut-sahutan di atas balkon. Di Naples, banyak orang yang menaruh keranjang berisi makanan ke jalanan untuk bisa dipungut orang-orang yang sangat terdampak oleh wabah ini, yakni para lansia.

Bologna Coronavirus 2020Getty

Virus ini telah membabat habis populasi lansia di Italia, dengan rata-rata umur kematian adalah 78,5 tahun. Hal tragis lain dari pandemi ini adalah, rumah sakit sudah sangat penuh, bahkan pasien kanker tak dijamin mendapatkan layanan dan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.

Cerita kelam sejenis pun jadi sesuatu yang wajar. Seorang dokter di Bologna bercerita kepada Goal bahwa terdapat ancaman tuntutan ke jalur hukum kepada para petugas medis yang memilih-milih merawat pasien.

Mereka yang terhindar dari infeksi tapi terkurung di dalam rumah juga banyak yang menyimpan masalah. Depresi jadi masalah utama mereka, lantaran banyak yang terkena pemutusan hubungan kerja dalam krisis ini. Di Torino, seorang pria 29 tahun bunuh diri karena dipecat dari pekerjaannya. Belum lagi soal kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat.

Singkatnya, hampir semua orang di Italia mengalami luka akibat pandemi ini. Di tengah kematian, kehancuran, dan keputusasaan ini, harapan ternyata masih ada. Statistik dan grafik kini mengarah ke hal-hal positif. Kasus positif baru Covid-19 mulai berkurang drastis dan banyak pasien yang sudah sembuh.

Beberapa orang bahkan sudah mulai mewacanakan untuk melanjutkan kompetisi olahraga, yang mana merupakan kabar menggembirakan. Jika Serie A dilanjutkan, itu artinya karantina sudah dilonggarkan dan kehidupan sudah kembali berjalan normal.

Bagi jutaan masyarakat Italia, sepakbola sudah menjadi bagian integral dalam keseharian mereka. Kini, orang-orang tak hanya mengantre di supermarket dan apotek, tapi juga di kios koran untuk menantikan edisi terbaru La Gazzetta dello Sport.

Surat kabar tersebut pada Rabu (8/4) pagi memberitakan "Fase 2", yang berisi detail kelanjutan Serie A 2019/20. Seperti diketahui, Serie A dihentikan pada giornata 26, dengan laga terakhir dimainkan pada 9 Maret lalu.

Italia masih tetap melakukan lockdown nasional hingga 13 April. Kendati periode karantina ini diperkirakan akan terus diperpanjang, ada optimisme bahwa para pemain diperbolehkan untuk kembali berlatih pada 4 Mei, tentu saja dengan pengawasan ketat dari tim medis, menjaga kebersihan, sembari menerapkan pembatasan sosial. 

Juventus InterGetty Images

Walau begitu, terdapat sejumlah peringatan, seperti diungkapkan oleh kepala medis Inter Milan Profesor Piero Volpi, yang baru saja keluar dari rumah sakit setelah tertular virus corona. Menurutnya, komunitas sepakbola di Italia masih meremehkan kondisi darurat ini. 

VAR mungkin akan ditiadakan jika Serie A dilanjutkan, karena VAR mengharuskan sejumlah wasit berada dalam satu ruangan yang sempit dan tertutup. Tedapat pula wacana untuk memainkan sisa laga tanpa penonton di Roma, lantaran ibu kota Italia itu tidak terlalu terdampak virus.

Tentu saja keamanan dan kesehatan para pemain adalah yang utama. Namun sudah ada sejumlah pemain, seperti duo Inter Christian Eriksen dan Ashley Young, yang sudah kembali ke Italia setelah menghabiskan beberapa pekan terakhir bersama keluarga di negara asalnya.

Sementara itu, pemain seperti Cristiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic dikabarkan baru akan kembali ke Italia setelah Paskah. Waktunya terasa pas, karena mereka akan melakukan isolasi mandiri selama dua pekan sebelum diperbolehkan berlatih bersama rekan-rekannya pada awal Mei.

Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte juga sudah mengisyaratkan adanya pelonggaran karantina di akhir April. Conte juga sudah menyebut sejumlah tanggal restart Serie A, yakni 24 Mei, 31 Mei, atau 7 Juni. Harapannya, liga bisa berakhir di akhir Juli dengan penjadwalan padat sepekan dua kali.

Namun hal tersebut tentu bisa memberatkan fisik pemain. "Yang paling mengkhawatirkan adalah para pemain dipaksa langsung bertanding tiap tiga hari meski baru kembali berlatih beberapa pekan. Ini bisa meningkatkan risiko cedera," kata pelatih fisik Udinese Giovanni Brignardello kepada Corriere dello Sport.

Presiden Sampdoria Massimo Ferrero juga mempertanyakan tujuan dari diadakannya pertandingan tanpa penonton. "Sebuah laga sepakbola tanpa fans? Apa itu?" Sebuah kritik yang bisa dimaklumi.

Namun, mayoritas para penentu kebijakan sepakbola di Italia sepakat untuk melanjutkan dan menyelesaikan musim 2019/20. Bukan cuma demi mempertahankan integritas kompetisi tapi juga untuk membuat klub-klub bisa bertahan hidup.

Seperti diketahui, banyak klub yang sangat terpukul finansialnya karena penghentian ini. Corriere dello Sport mencatat, jika kompetisi dibatalkan, tim-tim Serie A akan kehilangan pemasukan €95 juta dari tiket penonton dan €225 juta dari hak siar Sky Sport Italia dan DAZN.

Keputusan 19 klub Serie A untuk memotong gaji pemain 30 persen -- kecuali Juventus yang telah menerapkannya -- telah memicu respons geram dari asosiasi pemain. Sementara itu, Napoli dikabarkan telah merumahkan sejumlah karyawan mereka.

Ini semua menggarisbawahi bahwa membatalkan musim 2019/20 bisa memicu bencana finansial, yang bisa merembet ke mana-mana. Pekan lalu, misalnya, Brescia mengancam akan menolak bermain lagi jika Serie A tetap dilanjutkan.

Para pengkritik menilai, Brescia "mau menangnya sendiri" karena saat ini mereka duduk di posisi buncit. Artinya, mereka tidak akan terdegradasi jika musim dibatalkan. Namun di satu sisi, ada ancaman tuntutan hukum dari Frosinone, yang kini tengah duduk di urutan ketiga Serie B, jika promosi dan degradasi ditiadakan.

Inilah sisi buruk rupa dari the beautiful game. Dalam situasi seperti ini, sepakbola dinomorsekiankan dan menyelamatkan nyawa adalah hal yang paling utama.

Tutto Andra Bene Italy Coronavirus

"Ini adalah momen terberat bagi mereka yang belum pernah mengalami masa perang. Mustahil untuk melupakan lalu lalang truk-truk militer yang mengangkut peti jenazah dari Bergamo maupun dari kota-kota lain di Lombardia," kata presiden Fiorentina Beppe Iachini kepada La Gazzetta dello Sport.

"Hati anggota keluarga yang ditinggalkan sudah pasti tercabik-cabik karena tak sanggup mengucapkan perpisahan. Kesehatan adalah yang utama. Banyak orang yang masih sekarat, jadi sulit untuk memikirkan sepakbola."

Namun, Acerbi juga mengakui bahwa kembalinya sepakbola bisa memberikan "suntikan moral untuk publik dan menjadi lambang harapan." Baik Iachini maupun Acerbi sama-sama tidak keliru.

Tak perlu terburu-buru untuk melanjutkan kompetisi. Pemerintah Italia akan terus meninjau situasi ini, bahkan presiden FIGC Gabriele Gravina mengaku akan menunggu sampai Oktober agar musim bisa benar-benar tuntas.

Namun, pandemi ini membuat kita menyadari bahwa olahraga bisa terlihat signifikan dan insignifikan secara bersamaan.

Kini, setelah satu bulan terkunci di rumah, orang-orang akan sangat mengapresiasi segala sesuatu yang bisa menyatukan mereka. Sepakbola, dengan segala keterbatasannya, bisa menjadi kekuatan yang mempersatukan.

Bahkan Nicchi, yang menolak rencana pengguliran kompetisi, mengakui bahwa sepakbola bisa berperan krusial dalam penyembuhan luka yang diderita masyarakat Italia. "Setelah semua ini berakhir, saya harap orang-orang bisa menyadari tentang keindahan olahraga, bagaimana kita sangat merindukannya," katanya.

Untuk saat ini, seluruh Italia masih terperangkap dalam terowongan yang gelap dan panjang, tapi setidaknya mereka sudah bisa melihat setitik cerah di ujung sana.

Iklan