Thomas Tuchel menjadi salah satu korban pemecatan pertama di musim 2022/23, dengan pemilik baru Chelsea mendepak pelatih 49 tahun itu hanya setelah tujuh laga di musim baru. Aksi terakhir Tuchel sebagai bos The Blues adalah saat memimpin anak asuhnya kalah 1-0 di kandang Dinamo Zagreb di Liga Champions, Selasa (6/9).
Pernyataan Chelsea di pemecatan Tuchel menunjukan bahwa pemilik mereka merasa ini "saat yang tepat" untuk berpisah dengan sang pelatih, yakni di era transisi untuk "membawa klub melangkah ke depan."
Lalu, sebenarnya mengapa Chelsea memecat Tuchel? Mengapa sekarang saat yang tepat? GOAL mencoba menilik riwayat pertandingan Tuchel akhir-akhir ini dan hubungannya dengan petinggi Chelsea untuk mengugkap alasan di balik pemecatanya.
Catatan keseluruhan Tuchel di Chelsea
Secara keseluruhan, Tuchel mencatatkan 60 persen kemenangan di Chelsea, dengan 60 kemenangan di 100 pertandingan kompetitif lintas ajang - sebuah statistik yang cukup impresif. Kekalahan atas Dinamo Zagreb adalah kali ke-16 Tuchel kalah sebagai pelatih The Blues semenjak menjadi pengganti Frank Lampard pada Januari 2021.
Kompetisi | Menang | Imbang | Kalah | Persentase kemenangan |
---|---|---|---|---|
Premier League | 35 | 17 | 11 | 55.6% |
Champions League | 12 | 2 | 4 | 66.7% |
FA Cup | 8 | 1 | 1 | 80% |
Carabao Cup | 3 | 3 | 0 | 50% |
Club World Cup | 2 | 0 | 0 | 100% |
UEFA Super Cup | 0 | 1 | 0 | 0% |
Selama 20 bulan menjabat pelatih Chelsea, Tuchel sukses mengantarkan Singa London berjaya di Eropa dan dunia, meraih trofi Liga Champions 2020/21 dengan mengalahkan Manchester City besutan Pep Guardiola, sebelum menjuarai Piala Dunia Antarklub dan Piala Super UEFA. Tuchel juga mencapai final Piala FA 2021 dan 2022, sekaligus final Piala Liga Inggris 2022, meski tumbang di ketiganya.
Meski mendominasi Eropa pada 2020/21, Tuchel hanya mampu mengantarkan Chelsea finis keempat musim itu, tapi dia meningkatkan peringkat Chelsea di musim berikutnya dengan finis ketiga.
Secara keseluruhan, catatan Tuchel di Chelsea tepta impresif dan layak berbangga dengan pencapaiannya selama menjadi dedengkot Stamford Bridge, tetapi performa timnya menurun secara perlahan tapi pasti usai menjuarai UCL, dan awal 2022/23 yang buruk seolah menghadirkan rasa bahwa situasi tak akan berkembang di tangannya.
Catatan Tuchel di Chelsea akhir-akhir ini
Getty ImagesChelsea memasuki musim 2021/22 sebagai raja Eropa dan ekspektasi pun praktis meninggi, bahwa Tuchel bakal membawa The Blues bersaing merebut gelar juara Liga Primer Inggris. Benar saja, Desember 2021, Chelsea duduk di puncak klasemen. Namun segalanya mulai berantakan di musim dingin, dengan kekalahan atas West Ham menandai awal dari penurunan performa Mason Mount dkk., di mana mereka gagal meraih poin penuh dari Everton, Wolves, dan Brighton.
Tuchel memang sedikit mengembalikan performa Chelsea di awal 2022, namun kondisi mereka terlanjur krisis sehingga tetap tertinggal dari Manchester City dan Liverpool, yang semakin tak terkejar dalam perebutan gelar liga. April 2022 menjadi bulan penuh bencana, di mana Chelsea dibantai di kandang, kebobolan empat kontra Brentford dan kontra Arsenal di liga, sekaligus dihajar 3-1 oleh Real Madrid di UCL. Meski nyaris come back di leg kedua, Los Blancos akhirnya menghentikan usaha Chelsea mempertahankan mahkota Eropa. Secara teknis, finis ketiga memang merupakan sebuah peningkatan. Tetapi fans Chelsea tetap kecewa, apalagi setelah memimpin klasemen di awal-awal musim.
Tanggal | Hasil | Kompetisi |
---|---|---|
6 Agustus | Everton 0-1 Chelsea | Premier League |
14 Agustus | Chelsea 2-2 Tottenham | Premier League |
21 Agustus | Leeds 3-0 Chelsea | Premier League |
27 Agustus | Chelsea 2-1 Leicester | Premier League |
30 Agustus | Southampton 2-1 Chelsea | Premier League |
3 September | Chelsea 2-1 West Ham | Premier League |
6 September | Dinamo Zagreb 1-0 Chelsea | Champions League |
Nasib Tuchel pun berakhir hanya setelah tujuh laga di musim 2022/23, setelah tiga kali menang, sekali imbang, dan tiga kali kalah. The Blues dihajar Leeds dan Southampton di Liga Primer Inggris - dan cuma bisa mengambang di peringkat keenam setelah enam laga.
Kekalahan di tangan Dinamo Zagreb di laga pembuka Grup E Liga Champions memang tak terlalu parah, hanya 1-0, tapi itu menunjukan bahwa performa Chelsea stagnan, dan komentar Tuchel pasca-laga menunjukan pertanda buruk, di mana dia berkata "jalan ceritanya begini melulu".
"Saya bagian dari [masalah di Chelsea]," katanya lesu kepada BT Sport. "Kami jelas-jelas tidak berada di level yang bisa kami capai. Jadi ini tanggung jawab saya, kami harus menemukan solusi. Saat ini, segalanya kurang."
Apakah hubungan Tuchel di Chelsea menjadi faktor?
GettyKeputusan Chelsea untuk memecat Tuchel tidak hanya didasari dari tiga kekalahan musim ini. Berbagai laporan dari media Inggris mengisyaratkan bahwa ada masalah keretakan hubungan antara pelatih asal Jerman itu dengan pemilik baru The Blues Todd Boehly, dan beberapa pemain pada akhirnya berkontribusi pada keputusan mereka untuk mendepaknya.
Laporan dari Daily Telegraph dan Metro contohnya. Mereka mengklaim ada keretakan hubungan usai Tuchel menegaskan dirinya tak menginginkan Cristiano Ronaldo, sementara Boehly, yang sekaligus menjabat direktur sepakbola, disebut-sebut ingin mendatangkan pemain timnas Portugal itu dari Manchester United.
Perubahan personel buntut transisi dari rezim Roman Abramovich ke rezim Boehly-Clearlake berarti Tuchel diharapkan lebih terlibat dalam bisnis transfer, sesuatu yang sejatinya tak disenangi pelatih Jerman tersebut, dan bukan tak mungkin beban tambahan tersebut memengaruhi kemampuannya dalam melatih tim secara efektif.
Tuchel sendiri mengaku bahwa aktivitas transfer "membingungkan dan mendistraksi", menggaris bawahi bahwa interkasi kadang menjadi penuh "turbulensi", dan bahwa dia sampai butuh mandi air dingin untuk menenangkan diri di saat klub berbisnis di jendela transfer.
Rasa frustrasi tersebut terus memuncak dan mulai nampak di sikap Tuchel di pinggir lapangan, di mana dia berkelahi dengan bos Tottenham Antonio Conte bulan lalu terkait masalah jabat tangan, dan mengkritik wasit dengan keras sampai dirinya terkena denda.
Bekas pelatih Paris Saint-Germain itu juga mengeluh di muka publik soal betapa Chelsea asuhannya terlalu mudah dikalahkan dan, menurut Evening Standard, komunikasinya dengan pemain memburuk.
Keputusan untuk memecat Tuchel tetap membikin syok, mengingat jumlah uang yang digelontorkan Chelsea untuk menyokongnya di bursa transfer dan fakta bahwa kontrak barunya sempat dibahas belum lama ini. Tapi, jelas bahwa situasi di balik layar sudah mustahil diselamatkan lewat retaknya hubungan dan hasil buruk di lapangan.
Meski angka membuktikan Tuchel masih menjadi salah satu manajer terbaik, dan kesuksesan musim ini masih sangat mungkin dicapai, Boehly-Clearlake Capital pada akhirnya menginginkan - atau bahkan membutuhkan - sesosok pelatih yang bisa bekerja sama dengan harmonis, dan perburuan untuk sosok tersebut sudah dimulai.