Beberapa bulan yang lalu, Hakim Ziyech tidak lagi masuk hitungan tim nasionalnya dan cuma berstatus sebagai cadangan di Stamford Bridge. Sekarang, ia muncul sebagai pahlawan Maroko di Piala Dunia 2022 dan kemungkinan besar akan pindah dari Chelsea pada bursa transfer Januari nanti.
Piala Dunia memang luar biasa seperti itu. Bisa mendorong seorang remaja berbakat menuju status baru sebagai bintang. Atau, dalam kasus Ziyech, bisa menghidupkan kembali karier yang di ambang kehancuran total.
Masalah Ziyech, tentu saja, bukan soal bakatnya. Namun, sikapnya-lah yang bisa menyebabkan masalah. Ia sadar akan hal tersebut. "Saya mengungkapkan pikiran saya, saya menuntut penjelasan, saya menginginkan alasan," terang pemain kelahiran Belanda itu kepada De Telegraaf. "Itulah mengapa saya mungkin orang yang sulit diajak bekerja sama. Tapi begitulah saya."
Marco van Basten pernah menggambarkan Ziyech sebagai pemain yang sulit diatur, dan banyak mantan pelatih sang pemain pasti akan setuju dengan pernyataan legenda Belanda itu. Namun, perlu dicatat bahwa Van Basten juga banyak memendam rasa perhatian yang mendalam untuk pemain yang pernah dilatihnya di Heerenveen.
Baru-baru ini pada bulan Oktober, Van Basten mengakui kepada Ziggo Sport bahwa "menyedihkan dan menyayangkan bahwa seorang pemain sekaliber Ziyech jarang main."
Memang, menjelang Piala Dunia 2022, Ziyech cuma total memainkan 270 menit untuk Chelsea selama paruh pertama musim, hanya sebagai starter dua kali. Desas-desus tersebar jauh sebelum ia terbang ke Qatar bahwa manajer baru The Blues, Graham Potter telah memberi lampu hijau untuk menjual Ziyech di jendela musim dingin mendatang.
Chelsea tampaknya tidak akan kesulitan untuk menemukan pembeli sekarang ini, karena Ziyech telah kembali mengingatkan semua orang tentang kualitasnya dengan memainkan peran integral dalam kesuksesan Maroko melaju ke babak 16 besar, di mana mereka akan menghadapi Spanyol pada Selasa (6/12) malam WIB.
Tentu saja, yang benar-benar luar biasa tentang kebangkitannya adalah bahwa Ziyech benar-benar memutuskan pensiun dari kancah internasional awal tahun ini. Ia berselisih dengan pelatih Maroko saat itu Vahid Halilhodzic, dengan hubungan keduanya memang buruk sejak Juni tahun lalu.
Menurut pelatih asal Bosnia-Herzegovina itu, Ziyech berpura-pura cedera agar tidak mengikuti pertandingan uji coba – klaim yang dibantah keras oleh sang pemain. Buntutnya, Ziyech dicoret dari skuad pilihan Halilhodzic untuk Piala Afrika 2021.
"Saya tidak memilih pemain yang bisa membuat tim tidak seimbang," katanya kepada wartawan. "Bahkan jika namanya Lionel Messi. Perilaku Ziyech tidak sesuai dengan tim nasional. Ia tidak ingin berlatih, tidak ingin bermain. Ia tidak menganggapnya serius. Saya tidak akan memohon padanya untuk kembali."
Dan Ziyech jelas tidak akan meminta maaf atas apa yang dirasa tidak dilakukannya. Akibatnya, ia memutuskan untuk mundur dari sepakbola internasional pada Februari, bahkan balik menuduh Halilhodzic berbohong.
"Ini keputusan akhir saya," katanya. "Saya tidak akan kembali ke tim nasional. Saya mengerti dan saya merasa kasihan kepada para penggemar."
Beberapa pendukung tentu tidak senang dengan hasil dari perselisihan tersebut, dengan beberapa memprotes pencoretan nama Ziyech.
GettyNamun, ketegangan yang membara antara presiden Federasi Sepakbola Maroko (FRMF) Faouzi Lekjaa dan Halilhodzic – dan bukan hanya karena urusan Ziyech – akhirnya menyebabkan sang pelatih diberhentikan pada bulan Agustus.
Datanglah Walid Reragui, yang baru memimpin Wydad AC menjuarai Liga Champions Afrika musim lalu. Pelatih lokal pertama dalam sejarah Maroko itu langsung kembali membanggil Ziyech dan menjadikannya pusat permainan tim di Piala Dunia. Reragui sekarang menuai hasilnya.
Setelah Maroko berjuang untuk bermain imbang 0-0 dengan Kroasia di pertandingan pembuka turnamen, Ziyech mencuri perhatian, mengalahkan Kevin De Bruyne dalam kemenangan mengejutkan 2-0 atas Belgia yang menampilkan assist untuk Zakaria Aboukhlal.
Ia kemudian mencetak gol Piala Dunia pertamanya dalam kemenangan 2-1 atas Kanada yang membuat Atlas Lions melaju ke babak 16 besar sebagai pemenang Grup F.
Ziyech dengan rendah hati mengklaim setelah kemenangan atas Belgia bahwa dirinya tidak pantas mendapatkan penghargaan Man of the Match, tetapi peran pentingnya bagi tim ini telah terlihat di Qatar. Ia benar-benar menjadi bagian integral dari serangan timnya. Di fase grup, ia menciptakan lebih banyak peluang (tujuh), membawa bola lebih banyak (43) dan memainkan lebih banyak umpan ke dalam kotak (17) daripada pemain Maroko lainnya.
Mungkin yang lebih penting lagi, Ziyech telah membuat banyak orang dengan etos kerja dan komitmennya yang tak kenal lelah.
"Ia luar biasa, semangat yang dimilikinya, kembali ke tim nasional," kata Reragui pekan lalu. "Banyak orang membicarakannya, mengatakan ia gila dan sulit diatur, bahwa ia tidak bisa membantu tim. Tapi ketika Anda memberinya cinta dan kepercayaan diri, ia rela mati untuk Anda."
Sesuatu yang harus diingat oleh calon pelatihnya di level klub, mungkin...